Pages

Senin, 15 November 2010

Tiga Masa..

ada 3 masa dlm hidup

masa lalu > tdk akan kembali lagi, hanya bs diambil hikmah dan pelajaran, masa lalu berpengaruh ke masa sekarang, bahkan masa depan

masa skrng > masa instrospeksi, masa berusaha dan berdoa,
masa lalu yg krng baik diperbaiki, yg sdh baik dipertahankan & ditingkatkan.,
sambil merencanakan masa depan

masa depan > masih penuh misteri, tetapi sedikit banyak pasti dipengaruhi masa sekarang,,


"Ambil hikmah dari masa LaLu, instrospeksi dan be better di masa sekarang dan silakan rancang masa depan anda"

VieL ERFOLG !
^,^v

Pertolongan Tuhan..

Sebuah cerita, tinggalah seorang kakek yang sangat taat kepada Tuhannya di suatu perkampungan yang sangat tenang dan damai. Begitu tentramnya, sehingga selama bertahun-tahun penduduk itu tinggal di perkampungan ini tidak terdapat satu bencana pun yang berarti. Hingga pada suatu ketika, turunlah hujan yang begitu deras dan berlangsung selama sehari penuh, alhasil, airpun menggenang di perkampungan. Melihat hal ini, para penduduk mulai panik. Beberapa sudah mulai mengepack barang,dsb.

Waktu berlalu dan airpun mulai meninggi sebatas lutut. Beberapa penduduk mulai mengungsi di kampung yang lebih aman. Beberapa tetangga pun mulai mengajak si kakek untuk segera ikut mengungsi, akan tetapi si kakek dengan begitu tenang menjawab,"Tuhan Maha Penyayang, saya percaya Tuhan pasti menolong saya".

Waktu makin berlalu dan airpun sudah mulai menyentuh dada orang dewasa, tim penyelamat pun mulai ikut sibuk menyelamatkan warga dengan membawa perahu karet. Semua orang sudah hampir naik, tak ketinggalan pula si kakek taat inipun ditawari untuk ikut naik perahu karet, tapi dengan mantap dan yakin si kakek menjawab,"Saya sangat yakin dengan Tuhan, Tuhan pasti menolong saya". dan ditinggalah si kakek oleh perahu itu.

Beberapa jam telah berlalu, air sudah makin meninggi dan nyaris akan menenggelamkan rumah penduduk. Dengan segala upaya si kakek naik ke genting rumah, berharap ada keajaiban dari Tuhan yang selama ini dia yakini. Tak lama berselang, muncullah helikopter yang bertugas untuk melakukan swepping. Mendapati si kakek berada di atap rumah, langsung para tim penyelamat melemparkan tangga tali dan berteriak, "Ayo kek naik, tinggal kakek sendiri, desa akan tenggelam", namun sekali lagi si kakek ini menjawab dengan tegas, "Tuhan maha Pengasih, Tuhan pasti nolong saya". Ditolak pula si helikopter.

Singkat cerita si kakek pun tenggelam bersama desa dan meninggal. Di surga ia bertemua dengan Tuhan, langsung saja ia mengajukan protes."Tuhan, saya kan percaya pada Tuhan, tapi kenapa Tuhan nggakl nolong saya?". dengan tegas Tuhan langsung menjawab, "Nggak nolong gimana?, pertama, aku peringatin lewat tetanggamu, kamu nggak bergerak. Kedua, aku datangin perahu karet, eh kamu nggak naik juga. Terakhir tak kasih helikopter, tetep ditolak. Nah, Saya pikir lo mau mati.."
(hehehehe)

sering kali seperti itulah kita, percaya dengan keajaiban-keajaiban untuk mengisi hidup kita. padahal Tuhan sudah menyiapkan berbagai tanda untuk kita lihat. Kebebasan untuk memilih adalah anugerah terbesar yang dimiliki oleh manusia, dan itu yang bisa merubah semuanya. Setiap detik kita menemui jalan bercabang, dan setiap detik itu pula Tuhan menyebarkan begitu banyak tanda untuk kita lihat, siapa yang cermat dia akan menemukan potongan puzzle kesuksesannya. Dan bukankah itu merupakan Tanda-Tanda kebesarannya bagi orang-orang yang berpikir???.
Sumber : Note Andre Raditya

Hukum "kentuut" :D

Pada suatu hari dalam sebuah pesantren tersebutlah seorang guru ngaji sedang mengajar kelima santrinya. Kebetulan materinya tentang praktek ilmu Tajwid , sehingga pelajaran dibuat per kelompok, 1 kelompok terdiri dari 5 santri yang dibimbing oleh seorang Ustadz..

Nah uniknya, entah bagaimana mulanya, tiba-tiba terhembuslah wangi gas yang kurang nyaman di penciuman. Sehingga wewangian aromaterapi tersebut sampailah ke hidung sang Ustadz, dan Ustadz pun bertanya...

Ustadz : Siapa yang kentut?
Semua santri : "terdiam"
Ustadz : Ayo mengaku dan segeralah berwudhu kembali !
Semua santri : "tidak ada yang bergerak"
Ustadz : Kalau begitu semuanya harus buka suara...mulai dari kamu (sambil menunjuk santri pertama)
Santri 1 : Saya tidak Ustadz, saya kalau kentut biasanya Izhar, gak iqlab begini...tapi emang sih kadang agak ikhfa gitu...
Ustadz : ?!!?
Santri 2 : saya juga ga kentut Ustadz, saya malah kentutnya mengikuti irama Mad Thobi'i..gak lebih dari dua harkat sih..
Santri 3: Saya malah Mad Wajib Muttashil, tapi kadang-kadang saya juga pake Mad Jaiz...tergantung sikon aja..
Santri 4 : Saya apalagi tidak mungkin, kalau mau kentut saya biasanya langsung diwaqof...malah kalau perlu Waqof Lazim Ustadz..
Santri 5 : kalau saya mah Qolqolah Ustadz, itu juga Qolqolah Sughro...
Ustadz : ................

Pesan Motivasi : Yang sulit mencerna humor di atas, ayo saatnya belajar ilmu tajwid ^_^

KZ
http://cahaya-semesta.com/

Rabu, 10 November 2010

Tugas AHDP : Pahlawan Devisa yang Terabaikan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
I.1.1. TKI dan Kebutuhan Akan Kerja.
Pemerintahan demi pemerintahan terus berganti, hingga sampai pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu presiden Indonesia pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat meskipun proses demokrasinya perlu dipertanyakan. Sementara itu, kemiskinan masih melekat di masyarakat Indonesia.
Kemiskinan erat kaitannya dengan pendapatan suatu keluarga untuk mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Pendapatan tersebut diperoleh melalui kerja, baik di sektor formal maupun informal. Pada kenyataannya, angka pengangguran di Indonesia masih menunjukkan angka yang memprihatinkan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ketimpangan kesempatan kerja merupakan masalah utama dalam proses pembangunan Indonesia. Ketimpangan ini tampak jelas dalam perkembangan angkatan kerja yang berlangsung jauh lebih pesat dibanding kemampuan penyerapan tenaga kerja.
Meski persentase penduduk yang bekerja penuh lebih besar di perkotaan, namun untuk sektor utama lapangan kerja, dengan melihat wilayah geografisnya, lebih dominan di pedesaan.
Jumlah TKI migran bisa dikatakan cukup fantastis. Hal ini sebenarnya dikarenakan keadaan di dalam negeri sendiri, terutama permasalahan sosial ekonomi. Berdasarkan catatan yang ada, jumlah penganggur dan calon penganggur di Indonesia terus membengkak..
Lebih lanjut kepala Bappenas menyebutkan bahwa lapangan kerja baru yang tersedia tiap tahun hanya 1,1 juta sampai 1,75 juta, padahal tiap tahun lebih kurang setengah juta mahasiswa lulus dari perguruan tinggi atau universitasdan akademi dari semua disiplin ilmu. Semuanya memerlukan lapangan kerja baru.
Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), tiap pertumbuhan ekonomi satu persen dapat menyerap kesempatan kerja sekitar 400.000 orang. Jadi, idealnya pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya delapan persen sehingga bisa menyerap kesempatan kerja 3.200.000 orang setahun. (Agus Sudono, Kompas, 8 Desember 2003)
Bila melihat penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 210 juta orang, angka pengangguran sebagaimana tercermin dalam angka-angka tersebut jika tidak ditangani serius dapat menjadi ledakan sosial dahsyat dengan berbagai akibat yang mungkin ditimbulkannya. Permasalahan yang mungkin muncul dari meledaknya jumlah pengangguran adalah mulai dari masalah sandang, pangan, papan, hingga rawannya kriminalitas, prostitusi bahkan mungkin naiknya angka urbanisasi. Tentu jikahal ini terjadi akan lebih menambah beban yang lebih berat lagi bagi negara. Permasalahan inilah yang menyebabkan pengiriman TKI dalam jumlah besar oleh perintah, disamping keinginan masyarakat untuk bekerja di luar negeri juga tinggi.

I.1.2. Ironisnya Nasib TKI
Sudah tidak asing lagi bagi negara berkembang seperti Indonesia, salah satu cara yang bisa ditempuh guna mengurangi pengangguran dalam negeri dan mendapatkan devisa luar negeri ialah dengan mengirimkan TKI bekerja ke luar negeri. Hal ini juga dilakukan negara berkembang lain, seperti Filipina, Vietnam, Sri Lanka, India, Pakistan, Turki, dan Maroko. Ulasan redaksi Hilversum bahkan menyebutkan bahwa pendapatan yang dikirim ke rumah (negara) asal oleh pekerja asing di seluruh dunia seluruhnya mencapai 90 miliar dolar, jauh lebih besar ketimbang seluruh total bantuan asing.
Pertimbangan penghasilan yang besar memang menyebabkan bisnis tenaga kerja menjadi hal yang menggiurkan, selain untuk mengurangi pengangguran secara besar-besaran dalam tempo yang cepat, juga penghasilan yang diterima negara dan TKI sendiri. Hanya saja, jika dihitung perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh TKI secara pribadi dengan pendapatan perkapita dari penjualan sumber daya manusia ini sangat timpang. Uang yang dinikmati negara jauh lebih besar dari pada yang masuk kantong TKI.
Di Malaysia terdapat hampir seperempat juta tenaga kerja asing di sektor domestik, yakni bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Diantara mereka datang dari Filipina, Kamboja dan Sri Lanka, tetapi 90 persennya asal Indonesia. Ini berarti tenaga kerja kita yang bekerja di luar negri sebagian besar hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dengan ini bisa dibandingkan kualitas tenaga kerja kita dengan negara lain, atau dibandingkan dengan komposisi penduduk di negara kita, terutama angkatan kerjanya.
Masalah lain yang dialami TKI adalah masalah kemanusiaan. TKI yang dikirim ke luar negeri tak jarang terperangkap dalam siksaan, pelecehan dan bahkan ada yang meninggal dengan teraniaya. Penganiayaan fisik yang mereka terima tak jarang menimbulkan efek-efek psikologis yang demikian parah diantaranya depresi berat dan kegilaan.
Dari keadaan TKI yang sebagian besar berasal dari kalangan bawah dengan tingkat sosial perekonomian yang rendah dan pendidikan yang juga rendah, pemahaman TKI terhadap kondisi lapangan juga rendah. Yang dimaksud kondisi lapangan adalah kondisi dirinya, kondisi budaya tempat dia kerja dan lain-lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan nasibnya dalam pekerjaan nantinya. Padahal pemerintah telah menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan pemahaman kondisi, lokasi dan lingkungan kerja; peraturan perundang-undangan, sosial budaya, situasi dan kondisi negara tujuan; serta hak dan kewajiban TKI.
Pemerintah telah berusaha untuk memberikan penyuluhan hingga kemudian pelatihan kepada TKI. Namun pemerintah ternyata tidak cukup sadar dengan makna pelatihan tersebut dikarenakan tidak terdapat definisi pelatihan sebagaimana yang tertera dalam keputusan menteri tersebut. Pelatihan hendaknya memperhatikan aspek kesadaran dan internalisasi bukan sekedar pemahaman medan.


I.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukaan, maka identifikasi masalah yang di bahas adalah :
1. Bagaimana pentingnya peranan TKI/TKW dalam perekonomian Indonesia?
2. Bagaimana kesulitan-kesulitan dan derita yang dihadapi para pahlawan devisa tersebut?
3. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi masalah TKI/TKW ?

I.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Karya Tulis ini adalah :
1. Menganalisa dan menguraikan permasalahan TKI/TKW
2. Sebagai penyelesaian Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dan Pembangunan bimbingan Dosen Hemat Tarigan, SH, M.Hum

I.4. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah study literatur. Bahan-bahan dan data-data saya himpun dari :
a. Study Pustaka
b. Internet Source









BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Menjadi TKW, Menjawab Kebutuhan Hidup
Menjadi TKW, Menjawab Kebutuhan Hidup Banyak perempuan yang menguatkan diri meninggalkan keluarga dan kampung halaman untuk bekerja ke luar negeri dengan tawaran gaji yang lumayan besar bagi mereka yang berpendidikan rendah. Di negeri sendiri terkadang untuk seorang sarjana yang baru lulus pun sulit memperoleh gaji sebesar itu dengan kurs rupiah.

Tabel 1. Penempatan TKI ke Luar Negeri menurut Jenis Kelamin Tahun 2004

No. Negara Penempatan Laki-laki Perempuan Jumlah
I. ASIA PASIFIK
1 Malaysia 3.957 16.050 20.007
2 Singapura 0 3.966 3.966
3 Brunei Darussalam 0 2 2
4 Hongkong 0 959 959
5 Taiwan 370 37 407
6 Korea Selatan 424 46 470
Jumlah 4.751 21.060 25.811
II. TIMUR TENGAH & AFRIKA
1 Saudi Arabia 3.435 40.947 44.382
2 Uni Emirat Arab 0 7.122 7.122
3 Kuwait 1,162 2.304 3.466
Jumlah 4.597 50.373 54.970
III. AMERIKA
Amerika Serikat 5 0 5
Jumlah 5 0 5
Jumlah Total 9.353 71.433 80.786
Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKLN, Data Januari - Maret 2004

Dari tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar TKI luar negeri adalah perempuan. Fenomena Tenaga Kerja Wanita (TKW) tersebut dilihat dengan kacamata yang menganggap bahwa pengangguran merupakan representasi peristiwa kemanusiaan yang bisa ditembus dengan menyimak rasio pertumbuhan ekonomi yaitu fungsi investasi dan angkatan kerja. Kacamata demikian menganggap bahwa TKW merupakan pihak yang hanya ingin mendapatkan penghasilan lebih daripada yang bisa didapat di negeri sendiri tanpa melihat latar belakang dan resiko yang ditempuh oleh para TKW tersebut. Sering data TKW hanya diangkakan saja. Hanya dilihat berapa jumlah TKW yang bekerja di luar negeri, penghasilannya dan berapa devisa yang diterima negara.

II.2. Penerimaan Devisa Negara dari TKI
Besarnya penghasilan para TKW tidak pernah disertai dengan pengamatan berapa besar biaya yang telah mereka keluarkan. Dari mana modal tersebut didapat dan belum lagi besar resiko yang ditanggung apabila TKW tersebut mendapat masalah penipuan, perampasan, tindak kekerasan atau dihukum penjara seumur hidup bahkan dihukum mati. Apabila dikaji lebih cermat, maka apa yang terjadi pada para TKW ini merupakan manifestasi keadaan moral, sosial dan ekonomi di negeri ini. Tingkat kemiskinan yang sangat tinggi dan kesempatan kerja yang terus menyempit, maka yang jadi tuntunan adalah naluri untuk mempertahankan hidup.
Keinginan memutus belenggu kemiskinan dengan jalan pintas ditambah bukti meningkatnya taraf kehidupan kehidupan TKW asal desanya yang sukses, membuat para perempuan desa berbondong-bondong melamar menjadi TKW, tanpa memikirkan resiko yang akan mereka temui di negara tujuan.
Kemiskinan menyebabkan masyarakat miskin informasi, politik dan sosial sehingga rentan dan mudah dieksploitasi. Dengan demikian dapat dimengerti bila TKW sering menjadi korban penipuan oleh pihak-pihak terkait dalam proses awal rekruitmen, pemberangkat, masa kerja hingga pemulangan.

Tabel 2 Penerimaan Devisa dari TKI menurut Kawasan Tahun 2004
Kawasan TKI (orang) Devisa (US $)
Asia Pasifik 25,811 165,219,108
Amerika 5 259,231,971
Eropa 0 364,452
Timteng & Afrika 54,970 392,623
Jumlah 80,786 425,208,154
Sumber: Depnakertrans, Ditjen PPTKLN, Data Januari - Maret 2004


II.3. Derita Yang Tak Kunjung Usai
Akhir-akhir ini kita sering dikejutkan dengan berita- berita seputar TKW, mulai dari pemulangan besar- besaran oleh pemerintah Malaysia hingga banyaknya TKW Indonesia yang diganjar dengan hukuman penjara seumur hidup, bahkan hukuman mati dengan tuduhan melakukan tindak kriminal terhadap majikannya. Apabila kita telaah lebih cermat, maka kita akan melihat bahwa sebenarnya kasus TKW tersebut sudah akut dan tidak pernah berhenti menimpa mereka. Setiap saat ada kekerasan, penipuan, pemerasan, penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan dan sebagainya.
Derita yang dialami TKW tidak saja terjadi di negeri tempat mereka bekerja, namun kekerasan demi kekerasan baik disadari maupun tidak disadari diterima TKW sejak mereka dalam proses pemberangkatan hingga proses pemulangan. Proses kekerasan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Percaloan
Dalam proses pemberangkatan tidak jarang TKW tidak mendapatkan informasi yang cukup, mengalami penipuan dengan janji pekerjaan dengan upah yang besar dari para calo yang datang ke kampungnya. Calon TKW sudah mencari utang sana sini dan menjual sawah untuk membayar biaya pemberangkatannya. Namun setelah uang diserahkan kepada sang calo, calon TKW tak kunjung berangkat, bahkan si calo tak pernah muncul batang hidungnya lagi.
Secara hukum keberadaan calo atau sponsor , PJTKI memang diatur dalam UU No.39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri BAB IV8 Pasal 109.
Ini berarti secara formal eksistensinya diakui. Dengan posisi yang demikian, dianggap wajar calo menyalahgunakan wewenang yang kemudian merugikan calon TKW, terutama penipuan pembiayaan.
Biaya penempatan TKI sangat beragam antar perusahaan dengan pola yang sangat tidak beraturan. Keberagaman biaya penempatan menunjukkan bahwa biaya penempatan sangat bebas ditentukan oleh perusahaan pengerah/PJTKI.
Kebebasan tersebut meliputi penetapan jenis-jenis komponen biaya, penetapan besar rupiah masing-masing komponen, penetapan pihak yang menanggung biaya penempatan, dan penetapan angsuran biaya yang seharusnya dibayar calon TKI.
Kebebasan menentukan jenis komponen dan besar biaya penempatan tidak dapat dikatakan sebagai penyimpangan terhadap peraturan yang ada

b. Penempatan Kerja
Kebanyakan TKW tidak ditempatkan seperti yang dijanjikan sebelumnya. Misalnya, dijanjikan akan dipekerjakan di pabrik justru dijadikan pekerja rumah tangga dan yang lebih parah diperdagangkan sebagai perempuan penghibur atau pekerja seks komersial (PSK).

c. Tidak Digaji
Banyak terjadi TKW tidak dibayar oleh majikan mereka dengan alasan akan disimpan dan diberikan ketika TKW habis masa kerja dan hendak pulang. Namun gaji yang tersimpan tersebut tidak diterima TKW dengan berbagai alasan. Dalam periode Januari-April 2004, sebanyak 13.667 TKI bermasalah tiba di tanah air melalui Bandara Soekarno-Hatta. Biasanya mereka tidak digaji atau menerima perlakuan tidak senonoh dari majikan (Kompas, 20 Juli 2004).

d. Penahanan Dokumen
Dengan ditahannya dokumen mereka, para TKW tersebut tidak mempunyai kekuatan legalitas jika mendapatkan masalah di tempat mereka bekerja. Alhasil ketika seorang TKW berpindah pekerjaan atau melarikan diri dari tempat bekerja semula, TKW tersebut yang semula berstatus TKW berdokumen menjadi dianggap tidak berdokumen, bahkan disebut dengan TKW ilegal. Makin lemahlah posisi tawar mereka. KBRI setempat pun biasanya kurang memberikan tanggapan yang memuaskan apabila yang datang mengadu adalah TKW yang tidak berdokumen dengan alasan tidak terdaftar dalam administrasinya. TKW yang seperti ini harus kejar- kejaran dengan aparat setempat. Hendak pulang tidak mungkin kecuali melalui jalan tikus yang penuh resiko baik medannya maupun razia yang sewaktu-waktu ada. Tetapi untuk mendapatkan dokumen baru mereka harus mengeluarkan biaya yang sangat besar padahal banyak dari mereka yang tidak memegang uang sepeser pun karena gajinya masih ditahan majikan. Dalam kondisi ini, biasanya mereka bekerja seadanya untuk mendapatkan uang guna biaya pulang ke tanah air .

e. Penganiayaan
Normawati dari Kopbumi 10 mengatakan bahwa dalam Januari 2004 saja paling tidak ada 80 orang TKW yang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Polri karena mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selama bekerja di luar negeri. Jumlah ini belum termasuk yang dipulangkan secara paksa tanpa sepengetahuan petugas (Pikiran Rakyat, 30 Januari 2004).

f. Meninggal Dunia
Hingga Mei 2004, tercatat 20 orang TKW meninggal dunia, yang dilaporkan karena sakit dan kecelakaan lalu lintas (Kompas, 24 Juni 2004). Jika mereka benar meninggal dunia karena kecelakaan, bagaimana perlindungan keselamatan kerja atau asuransi kesehatan kerjanya? Apabila mereka meninggal karena bunuh diri, mengapa mereka nekat bunuh diri? Semua itu masih menjadi misteri.

g. Perkosaan
TKW sangat rentan terhadap tindak perkosaan baik oleh petugas di penampungan tempat mereka tinggal sebelum diberangkatkan; oleh majikan tempat dia tinggal selama bekerja atau oleh orang-orang yang mereka temui di luar tempat ia tinggal seperti selama mereka beraktivitas di luar rumah atau dalam perjalanan pulang ke tanah air .
Mereka pulang dengan tidak terhormat, mereka pulang dengan menanggung aib seumur hidup. Inikah sesungguhnya potret buram perempuan yang menjadi tenaga kerja di luar negeri?

h. Jeratan Hukum
Selain perjalanan derita tersebut di atas, sepanjang tahun 2004 ini kita juga tidak asing dengan berita bahwa satu per satu TKW Indonesia terjerat hukum bahkan ada yang tervonis mati. Sebut saja Sundari (Magetan), Poerwanti (Boyolali) dan Sulastri (Brebes) adalah sebagian dari mereka yang harus menerima vonis hukuman penjara seumur hidup dengan tuduhan menganiaya hingga membunuh majikannya. Berita terakhir adalah divonisnya Herlina (Surabaya) dengan hukuman mati. Dalam hal ini, dengan alasan teritorial hukum yang berbeda, pemerintah masih terlihat belum maksimal dalam melakukan diplomasi politik apalagi memberikan pembelaan hukum bagi TKW tervonis tersebut.

i. Pendeportasian
Kasus yang juga berkaitan dengan legalitas hukum adalah terjadinya pemulangan paksa tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Rencananya pemerintah Malaysia akan mendeportasi 700.000 orang tenaga kerja Indonesia tetapi menurut data Kopbumi, TKI yang akan dideportasi berjumlah 928.000 orang. Kopbumi mencatat selama Juli- Agustus 2004 ada 12.000 Tenaga Kerja Indonesia sudah dipulangkan melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta maupun Tanjung Perak Surabaya (Memo randum, 25 Agustus 2004).

j. Diskriminasi
Ketika menemui derita di negeri orang, pulang ke tanah air adalah harapan para TKW. Bahkan mereka yang sukses di sana pun tetap mengimpikan kembali ke tanah air . Sangat disayangkan bahwa keinginan mereka untuk kembali ke kampung halaman dan segera berkumpul dengan keluarga masih saja dihadapkan pada berbagai rintangan, seperti perlakuan diskriminasi, penipuan, perampasan hingga kekerasan seksual.
Penggunaan Terminal III di Bandara Soekarno Hatta adalah bentuk diskriminasi meskipun pemerintah berdalih demi pengamanan dan mempermudah pengaturan kepulangan TKW apalagi jika rencana pembangunan terminal kedatangan TKI khusus di Ciracas. Para TKW dibedakan dari penumpang lainnya padahal mereka juga membayar dan memenuhi persyaratan penerbangan seperti layaknya penumpang lainnya sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah untuk membedakan terminal kedatangan bagi mereka.
Pemerintah menyatakan bahwa pembukaan ter minal kedatangan TKI di Ciracas merupakan langkah menekan tindak kriminal terhadap TKI. Padahal terminal khusus kedatangan TKI justru menyebabkan TKW jadi incaran banyak penjahat karena sudah dapat dipastikan yang datang di ter minal tersebut adalah TKW yang diasumsikan kurang memiliki pengalaman dan membawa banyak uang hasil kerjanya di negeri orang.
TKW memang dikondisikan harus menukar uangnya di bandara karena semua biaya administrasi di bandara harus dibayar dengan menggunakan rupiah. Padahal diketahui bahwa sebagian besar TKW tersebut tidak membawa rupiah. Lepas dari bandara, TKW masih menjadi incaran oleh penjahat hingga mereka benar-benar sampai di rumah di tengah-tengah keluarganya.

II.4. Menilik Peranan Negara
Status tidak berdokumen bisa terjadi pada para TKW karena beberapa faktor antara lain sejak awal TKW memang berniat berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi karena alasan tertentu, dimungkinkan oleh kondisi geografis yang berdekatan dengan negara tujuan sehingga dianggap lebih mudah untuk bolak balik tanpa perlu mengurus dokumen terlebih dahulu. Awalnya TKW berniat melalui prosedur resmi namun di tengah jalan dokumen mereka hilang atau ditahan agen maupun majikan, kurang informasi atau bisa juga karena TKW bersangkutan ditempatkan tidak sesuai dengan ijin kerja yang dimiliki.
Tindak kekerasan yang menimpa TKW dan minimnya perlindungan bagi mereka tidak lepas dari posisinya sebagai pekerja rumah tangga di lingkup domestik, pendatang di negeri orang dan sebagai perempuan. Perlakuan terhadap TKW sepertinya merefleksikan tiga dimensi permasalahan, yaitu eksploitasi berdasarkan posisinya sebagai buruh, diskriminasi sosial sebagai pendatang dan penindasan gender karena keperempuanannya.
Bagaimanapun, kerentanan posisi TKW tidak dapat dilepaskan dari sikap dan kewajiban pemerintah. Pihak pemerintah tidak peduli akan nasib warganya karena hingga saat ini belum ada tindakan apa pun untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Memang tahun 2004 telah disahkan Undang- Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) yaitu UU No. 39 tahun 2004, namun substansi dari undang-undang ini tidak menyentuh kepentingan tenaga kerja yang tidak berdokumen padahal kenyataannya sebagian besar tenaga kerja yang bermasalah adalah tenaga kerja tidak berdokumen.
Selain penertiban prosedur, penguatan perlindungan hukum dan diplomasi politik yang harus dilakukan, pemerintah juga perlu memikirkan pengelolaan TKW yang kembali ke tanah air . Perlu disadari bahwa TKW bukanlah solusi untuk mengatasi pengangguran, jadi pengelolaan lapangan kerja tetap harus dimasukkan dalam agenda rancangan pembangunan daerah. TKW yang kembali ke tanah air adalah orang yang berbeda dan telah mengalami perubahan dalam berbagai hal dibanding sebelum mereka berangkat. Dari perempuan yang tidak pernah bersentuhan dengan teknologi, kemudian menjadi sosok yang akrab dengan teknologi baik teknologi komunikasi misalnya telepon genggam maupun perangkat pendukung pekerjaan mereka, seperti mesin cuci, kompor gas atau listrik, mesin penghisap debu dan sebagainya. Mereka menjadi mengerti membuat masakan internasional.

II.5. Pengelolaan TKW Terampil Pasca Kepulangan ke Tanah Air
Keterampilan yang mereka pelajari secara otodidak itu merupakan aset yang bernilai jika bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga pendapatan per kapita daerah asal TKW tersebut. Misalnya cara mengasuh bayi. Sebelumnya mereka tidak mengenal aturan gizi maupun perawatan bayi berdasarkan standar kesehatan. Kini mereka memahami benar prasyarat perawatan dan pengasuhan bayi secara sehat, baik dan benar . Dari segi bahasa, sebelumnya mereka hanya mengerti bahasa ibu yang sehari-hari mereka gunakan. Kini mereka lancar bercakap dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional tanpa harus mengikuti kursus dengan biaya mahal selama berbulan-bulan. Tidak disadari, tanpa harus mengeluarkan biaya dan waktu untuk memberikan pelatihan, secara tidak langsung daerah tersebut telah mendapatkan sumber daya manusia yang sudah terampil.
Selama ini pengelolaan TKW yang telah kembali ke tanah air belum tertata sehingga TKW yang kembali ke tanah air yang jumlahnya tidak sedikit itu akan menimbulkan dampak sosial yang lain. Biasanya TKW tersebut sudah memiliki gaya dan pola hidup yang berbeda dengan masyarakat lainnya di lingkungan sekitarnya. Tanpa pekerjaan dan penghasilan lambat laun uang hasil kerja mereka sebelumnya pasti akan habis dan akhirnya mereka akan kembali bekerja ke luar negeri.
Bahkan ada yang memilih bekerja sebagai PSK yang dianggap bisa menghasilkan uang kontan karena memang selama bekerja di luar negeri pola hidup mereka adalah mendapatkan uang secara kontan sedangkan di desa tempat asal sebagian besar TKW bermata pencaharian pertanian yang hasilnya tidak bisa dinikmati secara langsung dan kontan.



BAB III
KESIMPULAN dan SARAN


III.1. Kesimpulan
Fenomena tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang 90 % di antaranya adalah perempuan, mempunyai dua sisi yang hasilnya tergantung bagaimana pengelolaan dan penataannya. Satu sisi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri menghasilkan devisa bagi negara dalam jumlah yang tidak sedikit, menjadi satu alternatif lapangan kerja meskipun bukan solusi pengentasan pengangguran, dan memberikan pengalaman dan keterampilan bagi para perempuan yang dulunya tidak tahu apa-apa bahkan bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Di sisi lain, akibat prosedur dan mekanisme yang belum jelas dan tidak tertata, banyak permasalahan yang dihadapi para TKW hingga kini.
Belum ada kebijakan perlindungan yang jelas baik dari perusahaan yang mengirimkan TKW maupun dari pemerintah. Sebagai pihak yang mempunyai kewajiban terhadap kehidupan warga negaranya, seharusnya negara atau pemerintah bertanggung jawab atas segala permasalahan yang menimpa para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Bahkan dalam UUD 45 disebutkan, bahwa warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan hak ini wajib dipenuhi oleh negara melalui suatu rancang bangun sistem lapangan kerja di Indonesia.

III.2. Saran
Beberapa langkah yang perlu direkomendasikan kepada pemerintah, PJTKI dan TKW, yakni:
a. Pemerintah
1. Penetapan dan sosialisasi tentang mekanisme dan prosedur resmi pemberangkatan dan penempatan TKI ke luar negeri. Sebuah buku panduan bagi TKW sebenarnya sudah pernah disusun oleh Kementerian Negara RI untuk Pemberdayaan Perempuan pada tahun 1999, namun sosialisai dan diseminasinya belum menjangkau si TKW sehingga tetap saja substansinya tidak sampai kepada kelompok sasaran yang dituju.
2. Menetapkan dan mensosialisasikan standarisasi dan akreditasi PJTKI baik nasional maupun internasional.
3. Penetapan mekanisme yang jelas tentang per lindungan TKW di luar negeri termasuk sosialisasi dimana seharusnya TKW mengadu jika mendapatkan masalah di tempatnya bekerja.
4. Pembuatan nota kesepahaman tentang ker jasama pengiriman tenaga kerja dengan negara tujuan seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Filipina yang menentukan bahwa di negara yang mempekerjakan sekurangnya 25.000 Filipino harus dibuat nota kesepahaman khusus.
5. Meningkatkan diplomasi politik dengan nega ra penerima tenaga kerja berkenaan dengan masalah TKW yang terjerat kasus hukum. Dengan otonomi daerah hendaknya pemerintah daerah membuat suatu rancang bangun untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh para TKW yang sudah kembali ke tanah air .
6. Pemerintah dengan cermat mengadakan pengawasan terhadap PJTKI untuk
7. memberikan pelatihan, sosialisasi dan pengadaan dokumen resmi terhadap TKW.
8. Pemerintah hendaknya mengembangkan jaringan kerja tripartit antara pemerintah, PJTKI dan NGO dalam pengelolaan TKW.

b. PJTKI
Melaksanakan proses pra penempatan TKW berdasarkan mekanisme yang telah ditetapkan UU yaitu :
1. pengurusan surat ijin pengerahan;
2. perekrutan dan seleksi;
3. pendidikan dan pelatihan kerja;
4. pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
5. pengurusan dokumen;
6. uji kompetensi;
7. pembekalan akhir pemberangkatan (PAP);
8. pemberangkatan.


c. TKW
1. Mencari informasi tentang hak dan kewajib an dia sebagai pekerja, informasi tentang deskripsi kerja serta kondisi umum negara tujuan.
2. Menjalani semua proses persiapan pembe rangkatan.
3. Mempelajari dengan cermat surat kontrak kerja sebelum menandatanganinya.
4. Menghindari penyelenggara penempatan te naga kerja ke luar negeri yang bersifat indi vidual. Cari dan pilih penyelenggara yang telah diakreditasi pemerintah sehingga mempermudah pertanggungjawabannyaapabila terjadi masalah.


DAFTAR PUSTAKA


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Nasution, M. Arif. 1997. Mereka yang ke Seberang. Medan : USU Press.
___________________. 2001. Orang Indonesia di Malaysia : Menjual Kemiskinan Membangun Identitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sastohadiwiryo, Dr. B. Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia : Pendekatan Administrasi dan Operasional. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Internet Source :
http://www.bnp2tki.go.id/
http://www.bps.go.id/
http://jawahirthontowi.wordpress.com/2009/09/14/perlindungan-hukum-tki-di-luar-negeri/
http://one.indoskripsi.com/category/mata-kuliah/psikologi-sosial
http://www.pikiran-rakyat.com
http://www.kompas.com

Web Search Engine : http://www.google.co.id
http://www.pdf-search-engine.com
http://www.bing.com